Sabtu, 20 November 2010

Disewa truk dum tronton dan alat berat untuk transportasi batubara di PLTU Prabumulih,Sumatra Selatan

Kami , rekanan dari PLTU di Prabumulih,Sumatra Selatan, membuka peluang bisnis kepada pemilik truk dan alat berat untuk disewa selama 3 tahun ,bisa diperpanjang sampai 30 tahun untuk kebutuhan transportasi batubara.
Kami membutuhkan:
1. 50 unit Truk Dum Tronton, kapasitas 25 Ton :
harga sewa: Rp. 140.000 / unit / jam
2. 3 unit Dozer type D.85 SS :
harga sewa: Rp. 320.000 / unit / jam
3. 3 unit Exavator type PC.300 :
harga sewa: Rp. 320.000 / unit / jam
4. 4 unit Stone Claser, kapasitas 60 Ton/jam :
harga sewa: Rp. 350.000 / unit / jam
total : 30 hari(1 bulan) : Rp. 4.953.600.000
catatan:
1. semua alat dipakai selama 16 jam per hari
2. perjalanan truk 1 rit ,rata-rata : 1jam
3. bahan bakar solar disediakan gratis, juga penginapan untuk truk dan sopir
4. Penawaran ini ditutup sampai 31 desember 2010 atau bila ada perusahaan yang masuk
informasi lebih lengkap hubungi :
Bapak Didiek Setiawan,ST
Jl. Kapten Mulyadi 182 , Pasar Kliwon , Solo
sms/telp 24jam hubungi :
Hp : 0812.1551.8974 (simpati) ,
0271.7907375 (flexi.solo)
solo, 20 november 2010
email / fb / ym : umardidik@yahoo.com
twitter : @umardidik
blog : http://umardidik.blogspot.com

Kamis, 05 Agustus 2010

penginapan depan kampus 2 UMS:170rb/bulan,hub:081215518975/0271.7907375

Penginapan di depan kampus 2 UMS, fasilitas:kamar mandi dalam, 2 tempat tidur, AC,TV, Parkir Mobil, Kantin,Harga 170.000,-/hari.Cek Out jam 2 siang.
Lokasi 100 meter dari kampus 2 UMS ( Universitas Muhammdiyah Surakarta), dan Pondok Pesantren Modern Assalam.Informasi dan pemesanan hubungi:
Pak Didik , no.hp.simpati : 081215518975 dan flexi : 0271.7907375
Salam Kenal

Kos putri dekat UMS harga 2 juta/tahun dan 3 juta/tahun

Kos Putri Kamar Mandi Dalam telah tersedia di bulan Agustus 2010, ada 2 lokasi dekat kampus 2 UMS , yang jarang 100 meter , harga :Rp. 3jt/tahun,masih ada 2 kamar,fasilitas: kamar mandi dalam, meja belajar,alamari pakaian,spring bed, ukuran 3 x 3 meter
dan harga 2 jt/tahun, lokasi 300 m dari kampus 2 UMS , masih ada 4 kamar,lokasi di atas, fasilitas kamar mandi dalam, meja,alamari,layanan kantin dan loundry. ukuran 2,5 x 3 meter
penginapan depan kampus 2 UMS:170rb/bulan,hub:081215518975/0271.7907375

Penginapan di depan kampus 2 UMS, fasilitas:kamar mandi dalam, 2 tempat tidur, AC,TV, Parkir Mobil, Kantin,Harga 170.000,-/hari.Cek Out jam 2 siang.
Lokasi 100 meter dari kampus 2 UMS ( Universitas Muhammdiyah Surakarta), dan Pondok Pesantren Modern Assalam.Informasi dan pemesanan hubungi:
Pak Didik , no.hp.simpati : 081215518975 dan flexi : 0271.7907375
Salam Kenal

Rabu, 14 Juli 2010

Kost/Kos Putri,kamar mandi dalam,500m dari UMS,harga setahun:2jt - 4jt hubungi ,Pak didik :081215518975, simpati.telkomsel / 0271.7907375,flexi telkom

Kost Putri/ KOS PUTRI, kamar mandi dalam, 500m dari UMS,harga setahun : 2jt - 4jt
hubungi ,Pak didik :081215518975 (simpati.telkomsel) / 0271.7907375 ( flexi telkom solo )

Kepada teman-teman mahasiswa putri, ada kost putri dengan fasilitas kamar mandi dalam,
di bulan Juli 2010 ini masih ada 20 kamar kosong.
Lokasi hanya 500 meter dari kampus 1 dan kampus 2 UMS ( Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Fasilitas lainnya: tempat yang tenang, tempat parkir yang aman dan luas untuk mobil /motor,
tempat cucian / jemuran, ruang tamu, ada taman yang sejuk, dekat dengan warung makan,
minimarket, warung internet, toko buku,dekat masjid.

Jumat, 21 Mei 2010

Pelatihan gratis bisnis/investasi online hubungi sms/telp : 081215518975,p.didik

Kepada warga forum pasar solo yang tinggal di solo dan sekitarnya, kami dari perusahaan
investasi dan perdagangan internasional di megaland, jl. slamet riyadi 315 ,solo,depan rumah sakit kasih ibu.purwosari,solo, mengadakan pelatihan gratis di bidang investasi dan bisnis online di bidang index saham,valas,dan perdagangan emas dunia.syarat - syarat :
1.Pria/wanita : usia : 17 tahun - 30 tahun,sesuai ktp.
2.Pendidikan SMU/SMK/D1.D3,S1,S2,S3
3.Mampu menggunakan aplikasi office di komputer dan aplikasi internet
4.Mempunyai komputer / netbook / laptop dan hape
5.Bersedia mengikuti proses wawancara dan tes kemampuan
6.Bersedia mengikuti pelatihan singkat selama 5 hari.
7.Membuat CV / Curriculum Vitae ditulis tangan,mohon dicantumkan no. hp dan no.ktp
8.Bila selama pelatihan mempunyai prestasi akan disalurkan
9.Pendaftaran dibuka mulai tgl : 21 Mei 2010 dan ditutup tanggal : 28 mei 2010 /bila penuh
Jumlah peserta dibatasi sebanyak 10 orang bila sudah penuh maka akan dibuka gelombang kedua , semua diinformasikan melalui media ini, atau www.umardidik.blogspot.com
pendaftaran dan informasi : hubungi bapak didik via sms atau telpon ke:
no.simpati:081215518975 / no.flexi.0271 7907375

Kamis, 20 Mei 2010

Sri Mulyadi Sri Kandi Indonesia 2010

Sri Mulyani: Sumbangan Saya Sebagai Pejabat Publik Tak Lagi Dikehendaki

from : http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/05/20/brk,20100520-249175,id.html

Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kuliah umum di Jakarta (18/5). ANTARA/ Ujang Zaelani

TEMPO Interaktif, Jakarta - Hampir sekitar setengah bulan setelah memutuskan mundur dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani membisu. Ia sama sekali tak pernah berterus terang mengungkapkan alasannya mundur dan lebih menerima tawaran sebagai Managing Director World Bank.

Namun, pada Selasa (18/5) malam lalu, dalam sebuah acara Kuliah Umum bertajuk "Kebijakan Publik dan Etika Publik" yang digelar di hotel Ritz Carlton, Sri blak-blakan mengungkapkan kegelisahannya selama menduduki jabatan Menteri Keuangan.

Dalam acara yang dihadiri kerabat dan kolega itu, Sri mengungkapkan bahwa dirinya saat ini menang. Sebab, "Kemenangan dan keberhasilan itu menurut saya, karena saya tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini."

Berikut transkip kuliah umum lengkap Sri Mulyani di acara kuliah umum itu.


Saya rasanya lebih berat berdiri di sini daripada waktu dipanggil Pansus Century. Dan saya bisa merasakan itu karena sometimes dari moral dan etikanya jelas berbeda. Itu yang membuat saya yang biasanya jarang sekali grogi sekarang menjadi grogi.

Saya diajari Pak Marsillam Simanjuntak (mantan Ketua UKP3R) untuk memanggil orang tanpa menyebut mas atau bapak, karena diangap itu adalah ekspresi egalitarian. Saya susah manggil 'Marsilam', selalu pakai 'pak', dan dia marah. Tapi untuk Rocky saya malam ini saya panggil Rocky (Rocky Gerung dari P2D) yang baik. Terimakasih atas...... (tepuk tangan).

Tapi saya jelas nggak berani manggil Rahman Toleng dengan Rahman Toleng.

Terimakasih atas introduksi yang sangat generous. Saya sebetulnya agak keberatan diundang malam hari ini untuk dua hal. Pertama, karena judulnya adalah memberi kuliah. Dan biasanya kalau memberi kuliah, saya harus paling tidak saya harus membaca buku dulu dan kemudian berpikir keras bagaimana menjelaskan.

Dan malam ini tidak ada kuliah di gedung atau di hotel yang begitu bagus itu biasanya untuk kuliah kelas internasional atau spesial. Hanya untuk eksekutif yang bayar SPP-nya mahal. Dan itu pasti neolib itu (disambut tertawa). Karena itu saya revisi mungkin namanya kepada adalah ekspresi saya untuk berbicara tentang kebijakan publik dan etika publik.

Yang kedua, meskipun tadi mas Rocky menyampaikan, eh salah lagi. Kalau tadi disebutkan mengenai ada dua laki-laki, hati kecil saya tetap mengatakan sampai hari ini saya adalah pembantu laki-laki itu (tepuk tangan). Dan malam ini, saya sekaligus akan menceritakan tentang konsep etika yang saya pahami pada saat saya masih menjadi pembantu (presiden), secara etika saya tidak boleh untuk mengatakan hal yang buruk kepada siapapun yang saya bantu. Jadi saya mohon maaf kalau agak berbeda dan aspirasinya tidak sesuai dengan amanat pada hari ini.

Tapi saya diminta untuk bicara tentang kebijakan publik dan etika publik. Dan itu adalah suatu topik yang barangkali merupakan suatu pergulatan harian saya, semenjak hari pertama saya bersedia untuk menerima jabatan sebagai menteri di kabinet di Republik Indonesia itu.

Suatu penerimaan jabatan yang saya lakukan dengan penuh kesadaran, dengan segala upaya saya untuk memahami apa itu konsep jabatan publik. Pejabat negara yang ada dalam dirinya, setiap hari adalah melakukan tindakan, membuat pernyataan, membuat keputusan, yang semua dimensinya untuk kepentingan publik.

Di situ letak pertama dan sangat sulit bagi orang seperti saya. Sebab, saya tidak belajar, seperti anda semua, termasuk siapa tadi yang menjadi MC, tentang filosofi. Namun saya dididik oleh keluarga untuk memahami etika di dalam pemahaman seperti yang saya ketahui. Bahwa sebagai pejabat publik, hari pertama saya harus mampu untuk membuat garis antara apa yang disebut sebagai kepentingan publik dengan kepentingan pribadi saya dan keluarga, atau kelompok.

Dan sebetulnya tidak harus menjadi muridnya Rocky Gerung di Filsafat UI untuk pintar mengenai itu. Karena kita belajar selama 30 tahun di bawah rezim presiden Soeharto. Dimana begitu acak hubungan, dan acak-acakan hubungan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Itu merupakan modal awal saya untuk memahami konsekuensi menjadi pejabat publik. Dimana setiap hari saya harus membuat kebijakan publik dengan domain saya sebagai makhluk, yang juga punya privacy atau kepentingan pribadi.

Di dalam ranah itulah kemudian dari hari pertama dan sampai lebih dari 5 tahun saya bekerja untuk pemerintahan ini. Topik mengenai apa itu kebijakan publik dan bagaimana kita harus, dari mulai berpikir, merasakan, bersikap, dan membuat keputusan menjadi sangat penting. Tentu saya tidak perlu harus mengulangi, karena itu menyangkut, yang disebut, tujuan konstitusi, yaitu kepentingan masyarakat banyak. Yaitu mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.

Jadi kebijakan pubik dibuat tujuannya adalah untuk melayani masyarakat. Kebijakan publik dibuat melalui dan oleh kekuasaan. Karena dia dibuat oleh institusi publik yang eksis karena dia merupakan produk dari suatu proses politik dan dia memiliki kekuasaan untuk mengeluarkannya. Disitulah letak bersinggungan, apa yang disebut sebagai ingridient utama dari kebijakan publik, yaitu unsur kekuasaan. Dan kekuasaan itu sangat mudah menggelincirkan kita.

Kekuasaan selalu cenderung untuk corrupt. Tanpa adanya pengendalian dan sistim pengawasan, saya yakin kekuasaan itu pasti corrupt. Itu sudah dikenal oleh kita semua. Namun pada saat Anda berdiri sebagai pejabat publik, memiliki kekuasan dan kekuasan itu sudah dipastikan akan membuat kita corrupt, maka pertanyaan 'kalau saya mau menjadi pejabat publik dan tidak ingin corrupt, apa yang harus saya lakukan?'

Oleh karena itu, di dalam proses-proses yang saya lalui, jadi ini lebih saya cerita daripada kuliah. Dari hari pertama, karena begitu khawatirnya, tapi juga pada saat yang sama punya perasaan anxiety untuk menjalankan kekuasaan, namun saya tidak ingin tergelincir kepada korupsi, maka pada hari pertama Anda masuk kantor, Anda bertanya dulu kepada sistem pengawas internal Anda dan staf Anda. Apalagi waktu itu jabatan dari Bappenas menjadi Menteri Keuangan. Dan saya sadar sesadar sadarnya bahwa kewenangan dan kekuasaan Kementrian Keuangan atau Menteri Keuangan sungguh sangat besar. Bahkan pada saat saya tidak berpikir corrupt pun orang sudah berpikir ngeres mengenai hal itu.

Bayangkan, seseorang harus mengelola suatu resources yang omsetnya tiap tahun sekitar, mulai dari Rp 400 triliun sampai sekarang di atas Rp 1000 triliun, itu omset. Total asetnya mendekati Rp 3000 triliun lebih. Saya lihat banyak sekali, kalau bicara uang terus langsung....(ada air putih langsung datang diiringi ketawa hadirin).

Saya sudah melihat banyak sekali apa yang disebut tata kelola atau governance. pada saat seseorang memegang suatu kewenangan dimana melibatkan uang yang begitu banyak. Tidak mudah mencari orang yang tidak tergiur, apalagi terpeleset, sehingga tergoda bahwa apa yang dia kelola menjadi seolah-olah menjadi barang atau aset miliknya sendiri.

Dan di situlah hal-hal yang sangat nyata mengenai bagaimana kita harus membuat garis pembatas yang sangat disiplin. Disiplin pada diri kita sendiri dan dalam, bahkan, pikiran kita dan perasaan kita untuk menjalankan tugas itu secara dingin, rasional, dengan penuh perhitungan dan tidak membolehkan perasaan ataupun godaan apapun untuk, bahkan berpikir untuk meng-abusenya.

Barangkali itu istilah yang disebut teknokratis. Tapi saya sih menganggap bahwa juga orang yang katanya berasal dari akademik dan disebut tekhnokrat tapi ternyata 'bau'nya tidak seperti itu. Apalagi tingkahnya. Jadi saya biasanya tidak mengklasifikasikan berdasarkan label. Tapi berdasarkan genuine product-nya, dia hasilnya apa, tingkah laku yang esensial.

Nah, di dalam hari-hari dimana kita harus membicarakan kebijakan publik, dan tadi disebutkan bahwa kewenangan begitu besar, menyangkut sebuah atau nilai resources yang begitu besar. Kita mencoba untuk menegakkan rambu-rambu, internal maupun eksternal.

Mungkin contoh untuk internal hari pertama saya bertanya kepada Inspektorat Jenderal saya. "Tolong beri saya list apa yang boleh dan tidak boleh dari seorang menteri." Biasanya mereka bingung dan berkata, "Tidak pernah ada menteri yang tanya begitu ke saya bu."

Kalau seorang menteri kemudian menanyakan apa yang boleh dan nggak boleh, buat mereka menjadi suatu pertanyaan yang sangat janggal. Untuk kultur birokrat, itu sangat sulit dipahami. Di dalam konteks yang lebih besar dan alasan yang lebih besar adalah dengan rambu-rambu. Kita membuat standart operating procedure, tata cara, tata kelola untuk membuat bagaimana kebijakan dibuat. Bahkan menciptakan sistem check and balance.
Karena kebijakan publik dengan menggunakan elemen kekuasaan, dia sangat mudah untuk memunculkan konflik kepentingan.

Saya bisa cerita berhari-hari kepada Anda. Banyak contoh dimana produk-produk kebijakan sangat memungkinkan seorang, pada jabatan Menteri Keuangan, mudah tergoda. Dari korupsi kecil hingga korupsi yang besar. Dari korupsi yang sifatnya hilir dan ritel sampai korupsi yang sifatnya upstream dan hulu.
Dan bahkan dengan kewenangan dan kemampuannya dia pun bisa menyembunyikan itu. Karena dengan kewenangan yang besar, dia juga sebetulnya bisa membeli sistem. Dia bisa menciptakan network. Dia bisa menciptakan pengaruh. Dan pengaruh itu bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya.

Godaan itulah yang sebetulnya kita selalu ingin bendung. Karena begitu anda tergelincir pada satu hal, maka tidak akan pernah berhenti.

Namun, meskipun kita mencoba untuk menegakkan aturan, membuat rambu-rambu, dengan menegakkan pengawasan internal dan eksternal, sering bahwa pengawasan itu pun masih bisa dilewati. Disinilah kemudian muncul, apa yang disebut unsur etika. Karena etika menempel dalam diri kita sendiri. Di dalam cara kita melihat apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, apakah sesuatu itu menghianati atau tidak menghianati kepentingan publik yang harus kita layani. Apakah kita punya keyakinan bahwa kita tidak sedang mengkhianati kebenaran. Etika itu ada di dalam diri kita.

Dan kemudian kalau kita bicara tentang total, atau di dalam bahasa ekonomi yang keren namanya agregat, setiap kepala kita dijumlahkan menjadi etika yang jumlahnya agregat atau publik. Pertanyaannya adalah apakah di dalam domain publik ini setiap etika pribadi kita bisa dijumlahkan dan menghasilkan barang publik yang kita inginkan, yaitu suatu rambu-rambu norma yang mengatur dan memberikan guidance kepada kita.

Saya termasuk yang sungguh sangat merasakan penderitaan selama menjadi menteri. Karena itu tidak terjadi. Waktu saya menjadi menteri, sering saya harus berdiri atau duduk berjam-jam di DPR. Disitu anggota DPR bertanya banyak hal. Kadang-kadang bernada pura-pura atau sungguh-sungguh. Mereka mengkritik begitu keras. Tapi kemudian mereka dengan tenangnya mengatakan, "Ini adalah panggung politik bu."

Waktu saya dulu masuk menteri keuangan pertama saya masih punya dua Dirjen yang sangat terkenal, Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai. Mereka sangat powerfull. Karena pengaruhnya, dan respectability, saya tidak tahu kepada anggota dewan mereka sangat luar biasa. Dan waktu saya ditanya, mulainya dari...? Segala macem. Setiap keputusan, statemen saya dan yang lain-lain selalu ditanya dengan sangat keras.

Saya tadinya cukup naif mengatakan, "Oh ini ongkos demokrasi yang harus dibayar." Dan saya legowo saja dengan tenang menulis pertanyaan-pertanyaan mereka.
Waktu sudah ditulis mereka keluar ruangan, nggak pernah peduli mau dijawab atau tidak. Kemudian saya dinasehati oleh Dirjen saya itu. Katanya, "Ibu tidak usah dimasukkan ke hati. Hal seperti itu hanya satu episode drama saja."

Itu kemudian menimbulkan satu pergolakan batin orang seperti saya. Karena saya kemudian bertanya. Tadi dikaitkan dengan etika publik, kalau orang bisa secara terus menerus berpura-pura, dan media memuat, dan tidak ada satu kelompokpun mengatakan bahwa itu kepura-puraan maka kita bertanya, apalagi? Siapa lagi yang akan menjadi guidance? yang mengingatkan kita dengan, apa yang disebut, norma kepantasan. Dan itu sungguh berat.

Karena saya terus mengatakan kalau saya menjadi pejabat publik, ongkos untuk menjadi pejabat publik, pertama, kalau saya tidak corrupt, jelas saya legowo nggak ada masalah. Tapi yang kedua saya menjadi khawatir saya akan split personality.

Waktu di Dewan saya menjadi personality yang lain, nanti di kantor saya akan menjadi lain lagi, waktu di rumah saya lain lagi. Untung suami dan anak-anak saya tidak pernah bingung yang mana saya waktu itu. Dan itu sesuatu yang sangat sulit untuk seorang seperti saya untuk harus berubah-ubah. Kalau pagi lain nilainya dengan sore, dan sore lain dengan malam. Malam lain lagi dengan tengah malam. Kan itu sesuatu yang sangat sulit untuk diterima. Itu ongkos yang paling mahal bagi seorang pejabat publik yang harus menjalankan dan ingin menjalankan secara konsisten.

Nah, oleh karena itu, di dalam konteks inilah kita kan bicara mengenai kebijakan publik, etika publik yang seharusnya menjadi landasan, arahan bagi bagaimana kita memproduksi suatu tindakan, keputusan, yang itu adalah untuk urusan rakyat. Yaitu kesejahteraan rakyat, mengurangi penderitaan mereka, menaikkan suasana atau situasi yang baik di masyarakat. Namun di sisi lain kita harus berhadapan dengan konteks kekuasaan dan struktur politik. Dimana buat mereka norma dan etika itu nampaknya bisa tidak hanya double standrart, triple standart.

Dan bahkan kalau kita bicara tentang istilah dan konsep mengenai konflik kepentingan, saya betul-betul terpana. Waktu saya menjadi executive director di IMF, pertama kali saya mengenal apa yang disebut birokrat dari negara maju. Hari pertama saya diminta untuk melihat dan tandatangan mengenai etika sebagai seorang executive director, do dan don't.

Disitu juga disebutkan mengenai konsep konflik kepentingan. Bagaimana suatu institusi yang memprodusir suatu policy publik, untuk level internasional, mengharuskan setiap elemen, orang yang terlibat di dalam proses politik atau proses kebijakan itu harus menanggalkan konflik kepentingannya.

Dan kalau kita ragu kita boleh tanya, apakah kalau saya melakukan ini atau menjabat yang ini apakah masuk dalam domain konflik kepentingan. Dan mereka memberikan counsel untuk kita untuk bisa membuat keputusan yang baik.

Sehingga bekerja di institusi seperti itu menurut saya mudah. Dan kalau sampai Anda tergelincir ya kebangetan aja Anda. Namun waktu kembali ke Indonesia dan saya dengan pemahaman pengenai konsep konflik kepentingan, saya sering menghadiri suatu rapat membuat suatu kebijakan, dimana kebijakan itu akan berimplikasi kepada anggaran, entah belanja, entah insentif, dan pihak yang ikut duduk dalam proses kebijakan itu adalah pihak yang akan mendapatkan keuntungan itu. Dan tidak ada rasa risih. Hanya untuk menunjukkan yang penting pemerintahan efektif, jalan. Kuenya dibagi ke siapa itu adalah urusan sekunder.

Anda bisa melihat bahwa kalau pejabat itu adalah backgroundnya pengusaha, meskipun yang bersangkutan mengatakan telah meninggalkan seluruh bisnisnya, tapi semua orang tahu bahwa adiknya, kakaknya, anaknya, dan teteh, mamah, aa' semuanya masih run. Dan dengan tenangnya, berbagai kebijakan, bahkan yang membuat saya terpana, kalau dalam hal ini apa disebutnya... kalau dalam bahasa Inggris apa disebutnya? I drop my job atau apa..bingung itu.

Kita bingung bahwa ada suatu keputusan dibuat, dan saya banyak catatan pribadi saya di buku saya. Ada keputusan ini, tiba-tiba besok lagi keputusan itu ternyata yang mengimport adalah perusahaannya dia. Nah ini merupakan sesuatu hal yang barangkali tanpa harus mendramatisir yang dikatakan oleh Rocky tadi seolah-olah menjadi the most reason phenomena. Kita semua tahu, itulah penyakit yang terjadi di Zaman Orde Baru. Hanya dulu dibuatnya secara tertutup, tapi sekarang dengan kecanggihan, karena kemampuan dari kekuasaan, dia mengkooptasi decision making process juga.

Kelihatannya demokrasi, kelihatannya melalui proses check and balance, tapi di dalam dirinya, unsur mengenai konflik kepentingan dan tanpa etika begitu kental. Etika itu barang yang jarang disebut pak.
Ada suatu saat saya membuat rapat dan rapat ini jelas berhubungan dengan beberapa perusahaan. Kebetulan ada beberapa dari yang kita undang, dia adalah komisaris dari beberapa perusahaan itu. Kami biasa, dan saya mengatakan dengan tenang, bagi yang punya aviliasi dengan apa yang kita diskusikan silakan keluar dari ruangan. Memang itu adalah tradisi yang coba kita lakukan di kementerian keuangan. Kebetulan mereka adalah teman-teman saya. Jadi teman-teman saya itu dengan bitter mengatakan, "Mba Ani jangan sadis-sadis amat lah kayak gitu. Kalaupun kita disuruh keluar juga diem-diem aja. Nggak usah caranya kayak gitu."

Saya ingin menceritakan cerita seperti ini kepada Anda bagaimana ternyata konsep mengenai etika dan konflik kepentingan itu, bisa dikatakan sangat langka di republik ini. Dan kalau kita berusaha untuk menjalankan dan menegakkan, kita dianggap menjadi barang yang aneh. Jadi tadi kalau MC nya menjelaskan bahwa saya ingin menjelaskan bahwa di luar gua itu ada sinar dan dunia yang begitu bagus, di dalam saya dianggap seperti orang yang cerita yang nggak nggak aja. Belum kalau di dalam konteks politik besar, kemudian, wah ini konsep barat pasti. 'Lihat saja Sri Mulyani, neolib.'

Jadi saya mungkin akan mengatakan bagaimana ke depan di dalam proses politik. Tentu adalah suatu keresahan buat kita. Karena episod yang terjadi beberapa kali adalah bahwa di dalam ruangan publik, rakyat atau masyarakat yang harusnya menjadi the ultimate shareholder dari kekuasaan. Dia memilih, kepada siapapun CEO di republik ini dan dia juga memilih dari orang-orang yang diminta untuk menjadi pengawas atau check terhadap CEO nya.

Dan proses ini ternyata juga tidak murah dan mudah. Sudah banyak orang yang mengatakan untuk menjadi seorang jabatan eksekutif dari level kabupaten, kota, provinsi, membutuhkan biaya yang luar biasa, apalagi presiden pastinya. Dan biayanya sungguh sangat tidak bisa dibayangkan untuk suatu beban seseorang. Saya menteri keuangan, saya biasa mengurusi ratusan triliun bahkan ribuan, tapi saya tidak kaget dengan angka. Tapi saya akan kaget kalau itu menjadi beban personal.

Seseorang akan menjadi kandidat mengeluarkan biaya sebesar itu. Kalkulasi mengenai return of investment saja tidak masuk. Bagaimana Anda mengatakan dan waktu saya mengatakan saya lihat struktur gaji pejabat negara sungguh sangat tidak rasional. Dan kita pura-pura tidak boleh menaikkan karena kalau menaikkan kita dianggap mau mensejahterakan diri sebelum mensejahterakan rakyat. Sehingga muncullah anomali yang sangat tidak bisa dijelaskan oleh logika akal sehat, bahkan Rocky bilangnya ada akal miring. Saya mencoba sebagai pejabat negara untuk mengembalikan akal sehat dengan mengatakan strukturnya harus dibenahi lagi. Namun toh tetap tidak bisa menjelaskan suatu proses politik yang begitu sangat mahalnya.

Sehingga memunculkan suatu kebutuhan untuk berkolaborasi dengan sumber finansialnya. Dan disitulah kontrak terjadi. Di tingkat daerah, tidak mungkin itu dilakukan dengan membayar melalui gajinya. Bahkan melalui APBD nya pun tidak mungkin karena size dari APBN nya kadang-kadang tidak sebesar atau mungkin juga lebih sulit. Sehingga yang bisa adalah melalui policy. Policy yang bisa dijual belikan. Dan itu adalah bentuk hasil dari suatu kolaborasi.

Pertanyaan untuk kita semua, bagaimana kita menyikapi hal ini didalam konteks bahwa produk dari kebijakan publik, melalui sebuah proses politik yang begitu mahal sudah pasti akan distated dengan struktur yang membentuk awalnya. Karena kebijakan publik adalah hilirnya, hasil akhir. Hulunya yang memegang kekuasaan, lebih hulu lagi adalah prosesnya untuk mendapatkan kekuasaan itu demikian mahal.

Dan itu akan menjadi pertanyaan yang concern untuk sebuah sistem demokrasi. Maka pada saat kita dipilih atau diminta untuk menjadi pembantu atau menjadi bagian dari pemerintah, tentu kita tidak punya ilusi bahwa ruangan politik itu vakum atau hampa dari kepentingan. Politik dimana saja pasti tentang kepentingan. Dan kepentingan itu kawin diantara beberapa kelompok untuk mendapatkan kekuasaan itu. Pasti itu perkawinannya adalah pada siapa saja yang menjadi pemenang.

Kalau pada hari ini tadi disebutkan ada yang menanyakan atau menyesalkan atau ada yang menangisi ada yang gelo (menyesal), kenapa kok Sri Mulyani memutuskan untuk mundur dari Menteri Keuangan. Tentu ini adalah suatu kalkulasi dimana saya menganggap bahwa sumbangan saya, atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam sistem politik. Dimana perkawinan kepentingan itu begitu sangat dominan dan nyata. Banyak yang mengatakan itu adalah kartel, saya lebih suka pakai kata kawin, walaupun jenis kelaminnya sama (ketawa dan tepuk tangan).

Karena politik itu lebih banyak lakinya daripada perempuan makanya saya katakan tadi. Hampir semua ketua partai politik laki kecuali satu. Dan di dalam bahwa dimana sistem politik tidak menghendaki lagi atau dalam hal ini tidak memungkinkan etika publik itu bisa dimnculkan, maka untuk orang seperti saya akan menjadi sangat tidak mungkin untuk eksis. Karena pada saat saya menerima tangung jawab untuk menjadi pejabat publik, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri, saya tidak ingin menjadi orang yang akan menghianati dengan berbuat corrupt. Saya tidak mengatakan itu gampang. Sangat painful. Sungguh painful sekali.

Dan saya tidak mengatakan bahwa saya tidak pernah mengucurkan atau meneteskan airmata untuk menegakkan prinsip itu. Karena ironinya begitu besar. Sangat besar. Anda memegang kekuasaan begitu besar. Anda bisa, Anda mampu, Anda bahkan boleh, bahkan diharapkan untuk meng abuse nya oleh sekelompok yang sebetulnya menginginkan itu terjadi agar nyaman dan Anda tidak mau (tepuk tangan). Namun pada saat yang sama Ada tidak selalu diapresiasi. P2D kan baru muncul sesudah saya mundur (ketawa, disini dia terlihat mengusapkan saputangan ke matanya).

Jadi ya terlambat tidak apa-apa, terbiasa. Saya masih bisa menyelamatkan republik ini lah. Jadi saya tidak tahu tadi, Rocky tidak ngasih tahu saya berapa menit atau berapa jam. Soalnya di atas jam 21.00 argonya lain lagi nanti. Jadi saya gimana harus menutupnya. Nanti kayaknya nyanyi aja balik terus nanti.

Mungkin saya akan mengatakan bahwa pada bagian akhir kuliah saya ini atau cerita saya ini saya ingin menyampaikan kepada semua kawan-kawan disini. Saya bukan dari partai politik, saya bukan politisi, tapi tidak berarti saya tidak tahu politik. Selama lebih dari 5 tahun saya tahu persis bagaimana proses politik terjadi. Kita punya perasaan yang bergumul atau bergelora atau resah. Keresahan itu memuncak pada saat kita menghadapi realita jangan-jangan banyak orang yang ingin berbuat baik merasa frustasi. Atau mungkin saya akan less dramatic.

Banyak orang-orang yang harus dipaksa untuk berkompromi dan sering kita menghibur diri dengan mengatakan kompromi ini perlu untuk kepentingan yang lebih besar. Sebetulnya cerita itu bukan cerita baru, karena saya tahu betul pergumulan para teknokrat zaman Pak Harto, untuk memutuskan stay atau out adalah pada dilema, apakah dengan stay saya bisa membuat kebijakan publik yang lebih baik sehingga menyelamatkan suatu kerusakan yang lebih besar. Atau Anda out dan Anda disitu akan punya kans untuk berbuat atau tidak, paling tidak resiko getting associated with menjadi less. Personal gain, public loss. If you are stay, dan itu yang saya rasakan 5 tahun, you suddenly feel that everybody is your enemy.

Karena no one yang sangat simpati dan tahu kita pun akan tidak terlalu happy karena kita tetap berada di dalam sistem. Yang tidak sejalan dengan kita juga jengkel karena kita tidak bisa masuk kelompok yang bisa diajak enak-enakan. Sehingga Anda di dalam di sandwich di dua hal itu. Dan itu bukan suatu pengalaman yang mudah. Sehingga kita harus berkolaborasi untuk membuat space yang lebih enak, lebih banyak sehingga kita bisa menemukan kesamaan.

Nah kalau kita ingin kembali kepada topiknya untuk menutup juga, saya rasa forum-forum semacam ini atau saya mengatakan kelompok seperti Anda yang duduk pada malam hari ini adalah kelompok kelas menengah yang sangat sadar membayar pajak. Membayarnya tentu tidak sukarela, tidak seorang yang patriotik yang mengatakan dia membayar pajak sukarela. Tapi meskipun tidak sukarela, Anda sadar bahwa itu adalah suatu kewajiban untuk menjaga republik ini tetap berdaulat. Dan orang seperti Anda yang tau membayar pajak adalah kewajiban dan sekaligus hak untuk menagih kepada negara, mengembalikan dalam bentuk sistim politik yang kita inginkan.

Maka sebetulnya di tangan orang-orang seperti Anda lah republik ini harus dijaga. Sungguh berat, dan saya ditanya atau berkali-kali di banyak forum untuk ditanya, kenapa ibu pergi? Bagaimana reformasi, kan yang dikerjakan semua penting. Apakah ibu tidak melihat Indonesia sebagai tempat untuk pengabdian yang lebih penting dibandingkan bank dunia.

Seolah-olah sepertinya negara ini menjadi tanggungjawab Sri Mulyani. Dan saya keberatan. Dan saya ingin sampaikan di forum ini karena Anda juga bertanggungjawab kalau bertama hal yang sama ke saya. Anda semua bertanggungjawab sama seperti saya. Mencintai republik ini dengan banyak sekali pengorbanan sampai saya harus menyampaikan kepada jajaran pajak, jajaran bea cukai, jajaran perbendaharaan. "Jangan pernah putus asa mencintai republik." Saya tahu, sungguh sulit mengurusnya pada masa-masa transisi yang sangat pelik.

Kecintaan itu paling tidak akan terus memelihara suara hati kita. Dan bahkan menjaga etika kita di dalam betindak dan berbuat serta membuat keputusan. Dan saya ingin membagi kepada teman-teman di sini, karena terlalu banyak di media seolah-olah ditunjukkan yang terjadi dari aparat di kementrian keuangan yang sudah direformasi masih terjadi kasus seperti Gayus.

Saya ingin memberikan testimoni bahwa banyak sekali aparat yang betul-betul genuinly adalah orang-orang yang dedicated. Mereka yang cinta republik sama seperti Anda. Mereka juga kritis, mereka punya nurani, mereka punya harga diri. Dia bekerja pada masing-masing unit, mungkin mereka tidak bersuara karena mereka adalah bagian dari birokrat yang tidak boleh bersuara banyak tapi harus bekerja.

Sebagian kecil adalah kelompok rakus, dan dengan kekuasaan sangat senang untuk meng abuse. Tapi saya katakan sebagian besar adalah orang-orang baik dan terhormat. Saya ingin tolong dibantu, berilah ruang untuk orang-orang ini untuk dikenali oleh Anda juga dan oleh masyarakat. Sehingga landscape negara ini tidak hanya didominasi oleh cerita, oleh tokoh, apalagi dipublikasi dengan seolah-olah menggambarkan bahwa seluruh sistem ini adalah buruk dan runtuh.

Selama seminggu ini saya terus melakukan pertemuan dan sekaligus perpisahan dengan jajaran di kementerian keuangan dan saya bisa memberikan, sekali lagi, testimoni bahwa perasaan mereka untuk membuktikan bahwa reform bisa jalan ada disana. Bantu mereka untuk tetap menjaga api itu. Dan jangan kemudian Anda di sini bicara dengan saya, ya bisa diselamatkan kalau Sri Mulyani tetap menjadi menteri keuangan. Saya rasa tidak juga.

Suasana yang kita rasakan pada minggu-minggu yang lalu, bulan-bulan yang lalu, seolah-olah persoalan negara ini disandera oleh satu orang, Sri Mulyani. Sedemikian pandainya proses politik itu diramu sedemikian sehingga seolah-olah persoalannya menjadi persoalan satu orang. Seseorang yang pada sautu ketika dia harus membuat keputusan yang sungguh tidak mudah, dengan berbagai pergumulan, kejengkelan, kemarahan, kecapekan, kelelahan, namun dia harus tetap membuat kebijakan publik. Dia berusaha, berusaha di setiap pertemuan, mencoba untuk meneliti dirinya sendiri apakah dia punya kepentingan pribadi atau kelompok, dan apakah dia diintervensi atau tidak, apakah dia membuat keputusan karena ada tujuan yang lain.

Berhari-hari, berjam-jam dia bertanya, dia minta, dia mengundang orang dan orang-orang ini yang tidak akan segan mengingatkan kepada saya. Meskipun mereka tahu saya menteri, mereka lebih tua dari saya. Orang seperti Pak Darmin, siapa yang bisa bilang atau marahin Pak Marsilam? Wong semua orang dimarahin duluan sama dia.
Mereka ada disana hanya untuk mengingatkan saya berbagai rambu-rambu, berbagai pilihan dan pilihan sudah dibuat. Dan itu dilaporkan, dan itu diaudit dan itu kemudian dirapatkan secara terbuka. Dan itu kemudian dirapatkan di DPR. Bagaimana mungkin itu kemudia 18 bulan kemudian dia seolah-olah menjadi keputusan individu seorang Sri Mulyani.

Proses itu berjalan dan etika sunyi. Akal sehat tidak ada. Dan itu memunculkan suatu perasaan apakah pejabat publik yang tugasnya membuat kebijakan publik pada saat dia sudah mengikuti rambu-rambu, dia masih bisa divictimize oleh sebuah proses politik. Saya hanya mengatakan, kalau dulu pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru, semua orang di stigma komunis, kalau ini khusus didisain pada era reformasi seorang distigma dengan Sri Mulyani identik dengan Century. Mungkin kejadiannya di satu orang saja, tapi sebetulnya analogi dan kesamaan mengenai suatu penghakiman telah terjadi.

Sebetulnya disitulah letak kita untuk mulai bertanya, apakah proses politik yang didorong, yang dimotivate, yang ditunggangi oleh suatu kepentingan membolehkan seseorang untuk dihakimi, bahkan tanpa pengadilan. Divonis tanpa pengadilan. Itu barangkali adalah suatu episod yang sebetulnya sudah berturut-turut kita memahami konsekuensi sebagai pejabat publik yang tujuannya membuat kebijakan publik, dan berpura-pura seolah-olah ada etika dan norma yang menjadi guidance kita dibenturkan dengan realita-realita politik.

Dan untuk itu, saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari Anda mengatakan apakah Sri Mulyani kalah, apakah Sri Mulyani lari? Dan saya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Banyak yang menganggap itu adalah suatu loss atau kehilangan. Diantara Anda semua yang ada disini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil.

Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak disini (applause).
Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalah tiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka disitu saya menang.

Terimakasih. (standing applause)

RIEKA RAHADIANAA

  • Share on Facebook
  • Send
  • Print

Komentar (5)

Ya Itulah namanya Nasib itulah sebabnya orang diminta percaya pada Takdir baik dan takdir buruk; kalau saya SMI saya memilih sabar dan diam saja , Tuhan lah maha pengatur kejadian kejadian ; boleh jadi apa yg tidak begitu disukainya menjadi Direktur WB dibanding jadi Menkeu itulah yg terbaik bagi dia, lagian pula mana bisa efektif lagi jadi menkeu diperiksa KPK nanti bolak balik, dicuekin sama DPR yang wakil Rakyat dan sementara itu Pegawai2nya yg sdh bergaji tinggi juga pada kurupsi.. itu semua membuat SMI jadi salah tingkah dan Grogi..jadi lebih baik dia cepat2 pergi daripada disini membuat orang juga banyak salah tingkah termasuk SBY ..

Kira-kira Sri Mulyani pernah enggak membayangkan, bagaimana sakitnya jadi guru bantu/honorer di desa terpencil, dibayar cuma 400 ribu sebulan sementara gaji orang pajak Gol IIIa dinaikkan sampai 12-13 juta sebulan dan tetap korupsi. Pernah enggak dia bayangkan alokasi anggaran APBN yang dibuatnya itu tetap membuat orang Kalimantan harus ke Jakarta kalau mau berkunjung antar propinsi dst...dst. Ini kalau etika dan moral pejabat publik seperti yang dia katakan mau kita bincangkan dengan benar lho.

Be the first to say we can when others say we can't" (Jose Mourinho)

belajarlah bahasa mandarin dan oriental sebelum bisa ucapkan bye indonesia ... sebab negri ini hanya akan tersisa oleh negri dongeng...

Sebagai manusia biasa terkadang anda sudah berbuat baik di saat orang lain tidak mampu melakukannya, tapi emang manusia habis manis sepah dibuang. Kalau pejabat Made In Indonesia dari perguruan ternama tidak dipakai lagi lalu mau impor ke luar negeri. jadilah kita negara boneka jajahan tnnpa kita sadari. ingat! Indonesia sedang dibuat krisis kepercayaan hingga akhirnya bangsa ini hancur berkeping-keping. kalau sudah begitu kita warga negara akan tinggal namanya saja.

kerja online internet dibayar dollar minimal umur 17 tahun

Lowongan kerja : di perusahaan investasi dan perdagangan internasional
jenis pekerjaan :
1.Magang kerja : syarat :umur : 17th- 21 tahun
2.Marketing freelance : syarat : umur : 17 - 30 tahun
3.Trading online : syarat : umur : 17 - 50 tahun
syarat umum : bisa komputer dan internet, gaji dalam bentuk dollar
kantor di gedung megaland,jl.slamet riyadi 315,solo depan rumah sakit kasih ibu purwosari solo
pendaftaran dan informasi hubungi : bapak didik , hubungi via telp atau sms ke no hape :
081215518975(simpati), 08562838535(im3), 081915387875(XL), 0271 7907375(flexi solo)
waktu pendaftaran dan wawancara sampai tanggal 28 mei 2010.

service laptop semua merek

Kami melayani Service laptop semua merek ( thosiba,fujitsu,nec,hp,dell,compaq,acer,
axioo,dll) : di solo dan sekitarnya , kami melayani :
1. antar jemput laptop
2. copy data laptop
3. service ditempat
hubungi kami di :
kontak : bapak didik
flexi : 0271 7907375
simpati : 081215518975
im3 : 08562838535
XL : 081915387875
kantor/rumah:
kampung widororejo rt2,rw1,makamhaji,kartosuro,sukoharjo,belakang relasi jaya

Investasi di emas,index,forex 2010

Kami, dari perusahaan keuangan dan investasi siap membantu bapak dan ibu di wilayah solo dan sekitarnya untuk memutar dana dalam bentuk perdagangan harga emas internasional , index saham , dan pasar mata uang / forex dengan keuntungan 10 sampai 20 kali lipat dari deposito di bank dengan resiko yang minim..informasi lebih lanjut hub:
flexi : 0271 7907375
simpati : 081215518975
im3 : 08562838535
XL : 081915387875
kantor:
pt . milenium ,www.mpf.co.id, jl. slamet riyadi 315 solo.
rumah:
kampung widororejo rt2,rw1,makamhaji,kartosuro,sukoharjo,belakang relasi jaya

Kamis, 01 April 2010

Pendidikan Kewiraushaan(versi kompas.com)

Pendidikan Kewirausahaan Butuh "Effort" besar
Kamis, 19 November 2009 | 11:22 WIB
M.LATIEF/KOMPAS IMAGES
Ilustrasi: Pengajaraan kewirausahaan bisa dilakukan secara menarik. Syaratnya, harus sesuai dengan kegiatan siswa sehari-hari dan memanfaatkan segala potensi yang ada di lingkungan sekitarnya.
TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Departemen Pendidikan Nasional untuk mengembangkan pendidikan kewirausahaan mulai jenjang pendidikan dasar hingga menengah merupakan langkah besar yang harus diapresiasi dan didukung. Apalagi, pada akhir Januari 2010 mendatang, Depdiknas menargetkan kurikulum pendidikan kewirausahaan sudah selesai.

"Hanya saja, memang, butuh effort yang besar untuk bisa menerapkan pendidikan kewirausahaan di Indonesia, khususnya pada pola ajar dan SDM guru yang akan melakukan transfer pengetahuan ini," ujar Antonius Tanan, Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) di Jakarta, Kamis (19/11).

Dia melanjutkan, untuk itulah, pendidikan kewirausahaan mesti diajarkan secara holistik, yang mencakup nilai-nilai dan keterampilan serta kreatifitas seorang wirausahawan.

"Mulai dari mind set, life skills, karakter, serta pengetahuan wirausaha itu sendiri harus dipersiapkan," ucap Antonius.

Menguatkan pendapat Antonius, pengamat pendidikan yang juga Ketua dewan Pengurus Yayasan Cahaya Hati Henny Supolo Sitepu mengatakan, banyaknya masalah yang dihadapi guru seperti soal honor terlambat atau gaji rendah tidak berhubungan dengan masalah yang ditemui dalam pengajaran secara kreatif.

Justru, kata Henny, guru yang baik akan menggunakan masalah yang ditemuinya sebagai sumber belajar bersama, baik bagi siswa maupun guru itu sendiri.

"Tentu, adanya hal-hal basis seperti kesejahteraan dan status guru akan meringankan beban guru, tetapi jangan dilupakan bahwa biasanya saat siswa belajar dengan semangat, guru akan merasa puas dan kepuasaan tersebut sungguh sangat berharga," ujarnya.

Bersama dan menyenangkan

Menurut Henny, pengajaraan kewirausahaan bisa dilakukan secara menarik. Syaratnya, harus sesuai dengan kegiatan siswa sehari-hari dan memanfaatkan segala potensi yang ada di lingkungan sekitarnya.

"Harus dilakukan secara bersama dan menyenangkan," ujarnya.

Untuk bisa seperti itu, lanjut Henny, pilih kegiatan yang sederhana, disukai siswa, dan bisa terintegrasi dengan bidang pelajaran lain tanpa lebih dulu memberikan teori.

"Misalnya mengajak siswa main warung-warungan di kelas dan suruh mereka pura-pura jualan sandwich kepada sesama temannya. Dari situ, siswa belajar menentukan harga jualnya dan cara menjualnya. Semua akan menyenangkan, dan lebih penting lagi ilmu lainnya seperti Matematika bisa sekaligus diajarkan di sini," kata Henny.

Menurut penggagas Sahabat Anak, Linayati Tjindra, sebetulnya dengan kreatifitas yang ada pada guru, para anak didik, baik mulai tingkat dasar hingga menengah, hanya perlu diarahkan saja untuk menyerap ilmu kewirausahaan. Khususnya, lebih banyak mengarahkan pada hal-hal yang praksis.

"Di sekeliling kita sudah banyak contoh kegiatan kewirausahaan, semisal ada di antara murid yang berdagang untuk membantu orang tuanya demi menghidupi keluarga. Maka selain kreatif, guru tidak boleh gengsi memberi contoh, dan harus bisa menanmkan semangat tidak mudah gengsi itu kepada siswanya," ujarnya.


Kewirausahaan Tidak Akan Menambah Beban Guru
Kamis, 19 November 2009 | 14:14 WIB
M.LATIEF/KOMPAS IMAGES
Ilustrasi: Intinya, lanjut Henny, apapun yang diberikan dalam kurikulum harus bisa disampaikan melalui kegiatan sehari-hari siswa dan diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran. Siswa tetap belajar sesuai bidang studi, mental dan kecakapan entrepreneurship mereka pun kian mumpuni.
TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajaran kewirausahaan bisa dilakukan secara menarik. Syaratnya, harus sesuai dengan kegiatan siswa sehari-hari dan memanfaatkan segala potensi yang ada di sekitarnya.

Demikian hal itu diungkapkan oleh pengamat pendidikan yang juga Pengurus Yayasan Cahaya Hati Henny Supolo Sitepu, Kamis (19/11), terkait kesiapan para guru dan pola pikirnya dalam menghadapi kebijakan Departemen Pendidikan Nasional menerapkan kurikulum kewirausahaan mulai di jenjang pendidikan dasar hingga menengah pada 2010 mendatang.

Henny mengatakan, data potensi lingkungan tersebut antara lain minat dan potensi siswa, profesi orangtua, potensi sosial di lingkungan sekitar sekolah, potensi alam dan lingkungan sekolah, serta jejaring sosial yang dimiliki seluruh pemangku kepentingan di sekolah tersebut.

Dari data potensi tersebut, lanjut Henny, guru bisa memilih jenis kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan siswa.

"Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain cerita pengenalan profesi yang mengupas arti belajar dan perjuangan dalam pengembangan profesi tersebut dari seorang praktisi," ujarnya.

Inspiratif

Henny melanjutkan, cerita orang-orang sekitar yang membawa inspirasi perbaikan dalam berbagai latar belakang sangat diperlukan. Selain itu, membuat contoh kegiatan off air seperti hari "loak" pun sangat cocok untuk siswa.

"Mereka mengumpulkan barang bekas dan menjualnya setelah melakukan perkiraan harga, letak dan jenis pasar, atau pertimbangan-pertimbangan lainnya," kata Henny.

Masih banyak contoh lain, ujar Henny, yang bisa dilakukan oleh guru untuk mendukung pembelajaran kewirausahaan. Namun yang terpenting, tambahnya, semua harus dilakukan secara bersama dan menyenangkan antara guru dan siswa.

"Dan untuk bisa seperti itu, harus dipilih kegiatan yang sederhana dan disukai oleh siswa," ujarnya, menyarankan.

Kegiatan itu pun harus bisa dikaitkan dengan mata pelajaran atau bidang studi lainnya seperti Matematika, Bahasa Indonesia, ilmu sosial, bahkan agama, jika mengenai nilai-nilai kehidupan.

"Jika penerapannya terintegrasi dengan mata pelajaran tertentu, kegiatan-kegiatan semacam itu tentu tidak menambah beban guru bidang studi, apalagi kegiatan ini sangat menuntut keterlibatan siswa," tambahnya.

Intinya, lanjut Henny, apapun yang diberikan dalam kurikulum harus bisa disampaikan melalui kegiatan sehari-hari siswa dan diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran. Siswa tetap belajar sesuai bidang studi, mental dan kecakapan entrepreneurship mereka pun kian mumpuni.


Kisah Anak Tukang Ojek Masuk UI Tanpa Tes

Kisah Anak Tukang Ojek Masuk UI Tanpa Tes (1)
Kamis, 1 April 2010 | 08:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Jejak Aisyah Nur Kumalasari (17), siswi kelas XII IPA 1 SMAN 40 Pademangan, Jakarta Utara, rasanya patut diteladani atau diikuti oleh pelajar di Jakarta atau bahkan di Indonesia.
Keluarganya yang tergolong miskin tak membuat Aisyah surut dalam menimba ilmu. Alhasil, gadis berparas ayu ini memetik hasilnya, yakni berhasil masuk perguruan tinggi di Universitas Indonesia tanpa melalui tes, tidak seperti calon mahasiswa lainnya.
Ya, nasib mujur saat ini tampaknya tengah berpihak pada warga Pademangan Timur VIII/5, RT 014/ RW 010, Pademangan, ini. Putri pasangan Bogi Saptono (46) dan Paryanti (40) ini berhasil melenggang ke kampus biru yang cukup bergengsi di negeri ini, Universitas Indonesia.
Menariknya, Aisyah berhasil masuk ke kampus itu tanpa harus bersusah payah seperti siswa lainnya, mengikuti berbagai macam tes. Tentu ini menjadi kebanggaan, baik bagi keluarga maupun tempatnya bersekolah, yakni SMAN 40 Jakarta. Kini anak seorang tukang ojek itu diterima di Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu Gizi. (Bersambung)


Kisah Anak Tukang Ojek Masuk UI Tanpa Tes (2)
Kamis, 1 April 2010 | 09:09 WIB
Berita Jakarta
JAKARTA, KOMPAS.com — Kedua orangtua Aisyah Nur Kumalasari (17), siswi kelas 12 IPA 1 SMPN 40 Pademangan, Jakarta Utara, tentu bangga dan berbesar hati menerima kenyataan bahwa anaknya diterima tanpa tes di salah satu universitas paling bergengsi di negeri ini, Universitas Indonesia. Namun, bagaimana dengan Aisyah sendiri?
"Alhamdulillah, saya sangat bersyukur, meskipun kondisi ekonomi orangtua tidak mampu, akhirnya saya diterima di UI tanpa harus melalui tes. Memang sudah cita-cita saya untuk membahagikan orangtua,” kata anak sulung dari pasangan Bogi Saptono (46) dan Paryanti (40) saat dijumpai di SMAN 40 Pademangan, Jalan Budi Kemuliaan, Pademangan, Rabu (31/3/2010).
Gadis belia yang akrab dipanggil Iis itu menuturkan, keseharian, ayahnya hanya seorang tukang ojek di wilayah Pademangan. Penghasilan ayahnya tidak lebih dari Rp 70.000 per hari.
Penghasilan itu hanya pas untuk biaya hidup sehari-hari, apalagi Paryanti, istri Bogi, hanya sebagai ibu rumah tangga biasa yang juga mengasuh seorang adik Aisyah bernama Jayanti Anisa Hapsari (5).
“Ya, mau gimana lagi, semua serba pas-pasan. Ayah orangnya tidak pernah mengeluh dengan situasi ekonomi, begitu juga ibu. Bahkan, ayah selalu menyemangati saya untuk terus belajar karena, dengan memiliki ilmu, jalan untuk sukses selalu ada,” kata gadis berparas cantik yang dikenal selalu ranking satu di kelasnya itu.
Berdasarkan rekam jejak di sekolahnya, sejak kelas satu, nilai rata-rata di rapornya adalah 8.
Yang membuatnya sedih adalah, kini penghasilan ayahnya dari mengojek menurun tajam karena ada proyek pemagaran jalan tembus menuju rel kereta api daerah Tanjung Priok. Kini penghasilan ayahnya itu tidak lebih dari Rp 50.000 per hari.
“Bapak bekerja pontang-panting demi keluarga. Saya tak ingin membuat bapak bersedih,” ujar gadis yang orangtuanya berasal dari Madiun dan Wonogiri ini. Oleh karenanya, dia bertekad untuk mewujudkan apa yang menjadi harapan orangtuanya.
Dalam kesehariannya, Aisyah tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana. Bahkan boleh dibilang, tempat tinggalnya di Pademangan Timur VIII/5, RT 014/ RW 010, yang didiami sejak kecil itu tidak layak huni. Bangunannya hanya berdindingkan tripleks dengan ukuran 2,5 x 8 meter dan berlantai semen.
Jika hujan, maka halaman rumahnya selalu digenangi air. Bahkan, jika ada kereta api lewat, maka dinding rumah selalu bergetar.
“Saya hanya berdoa, ya Allah, jangan sampai rumah ini rubuh,” kata Aisyah tersedu.
Maklum saja, jarak rumahnya dengan rel kereta api hanya 2,5 meter. (Bersambung)


Kisah Anak Tukang Ojek Masuk UI Tanpa Tes (3)
Kamis, 1 April 2010 | 09:56 WIB
Berita Jakarta
JAKARTA, KOMPAS.com — Saat ada Program Penelusuran Minat dan Kemampuan atau PMDK di Universitas Indonesia, Aisyah Nur Kumalasari (17) langsung mengikutinya.
Siswi kelas XII IPA 1 SMAN 40 Pademangan, Jakarta Utara, itu tidak sendirian. Ada 177 siswa kelas XII dari SMAN 40 Pademangan yang mengikuti program tersebut. Itu artinya, Aisyah harus bersaing dengan 176 orang temannya satu SMA.
Hasil seleksi menunjukkan, dari jumlah tersebut hanya empat siswa yang mendapat kesempatan mengikuti program PMDK dari UI. Dari kelas IPA ada Aisyah Nur Kumalasari dan Filda. Adapun dari kelas IPS ada Citra dan Anggun.
“Namun, dari tahap seleksi yang berhasil lolos masuk adalah Aisyah. Dia memang selalu juara kelas,” kata Endang Sri Astuti, Wakil Kepala SMAN 40 Pademangan.
Namun sayangnya, registrasi PMDK ini tidak masuk dalam program beasiswa 1000 Anak Bangsa karena dalam pengisian formulir Aisyah mencantumkan pendapatan orangtuanya dalam sebulan Rp 1 juta. Padahal, seharusnya pengisian tersebut kurang dari Rp 1 juta. Akibatnya, dia dikenakan biaya Rp 12 juta per semester. Tentunya dengan biaya tersebut, Bogi Saptono dan Paryanti—orangtua Aisyah—tidak akan mampu.
“Karena ini yang pertama kali untuk SMAN 40 Pademangan. Kalau Aisyah dapat program tersebut, dia hanya dikenakan biaya per semester Rp 100.000,” kata Endang didampingi Kepala SMAN 40 Pademangan Matalih.
Selanjutnya, pihak sekolah mengupayakan agar Aisyah masuk dalam program beasiswa bantuan operasional pendidikan berkeadilan yang diselenggarakan oleh UI. Akhirnya, Aisyah pun hanya dikenai biaya per semester Rp 900.000.
“Aisyah nanti tidak usah memikirkan uang semester kewajibannya itu karena pihak sekolah sudah menyediakan dana itu untuk biaya masuk. Aisyah harus bisa mempertahankan prestasinya agar beasiswanya berlanjut,” ungkap Endang.
Matalih sangat bangga dengan anak didiknya tersebut. Dia berharap keterbatasan ekonomi tidak harus menyurutkan apa yang ingin digapai. “Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan,” katanya berfilosofi.
Matalih berharap akan tumbuh tunas-tunas bangsa yang akan menjadi pelopor pembangunan di Indonesia ini. Bahkan, dia berjanji sekuat tenaga untuk mencarikan jalan keluar bagi siswa-siswa, terutama dari SMAN 40 ini, yang berbakat dalam menggapai pendidikan di perguruan tinggi. Semuanya itu demi terwujudnya tunas bangsa yang bermanfaat bagi negeri ini. (Habis)
Bagaimana pendapat teman-teman tentang wara miskin di solo,apa bisa masuk uns/ugm, seperti dialami oleh Aisyah ini ?...
didik,solo.hp:08562838535/0271.7907375
sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2010/04/01/09561666/Kisah.Anak.Tukang.Ojek.Masuk.UI.Tanpa.Tes.3

Selasa, 30 Maret 2010

Dimana service laptop toshiba di solo ?...

Saya, punya laptop toshiba tecra s2, rusak pada enselnya putus antara lcd dan board, untuk service mengganti atau menyambung ensel ini dimana di solo ya...?
mohon bantuannya teman-teman blogger, dimana service untuk laptop merek toshiba ?..terima kasih
Didiek setiawan, solo, no. hp: 08562838535 / 0271.7907375

Kamis, 25 Maret 2010

Mohon informasi pondok pesantren untuk putri umur 6 tahun di daerah surakarta

Assalamu'alaikum wr.wrb.
Mohon informasi , saya, seorang ayah 1 anak putri umur 6 tahun. Saya mau cari pondok pesantren untuk anak saya umur 6 tahun di daerah sekitar surakarta (solo,sukoharjo,boyolali,sragen,karanganyar,klaten).
Harapan saya dia belajar di sekolah Madrasyah Ibtidaiyah dan belajar mengaji di pondok. Saya takut tidak bisa mengajari anak saya tentang ilmu agama. Ya.. kalo bisa biayanya tidak mahal, karena pengasilan saya kurang dari 1juta setiap bulan.Terima kasih atas bantuannya.
Wassalam,
didiek setiawan,
hp: im3:08562838535 / flexi : 0271-7907375 , email : umardidik@yahoo.com